Permainan Gatrik
Dulu sehabis pulang
sekolah dari SD, Ane langsung kabur dari
rumah untuk bergabung dengan teman-teman lain. Tujuannya apalagi kalau bukan
untuk ikut bermain bersama. Bermain menjadi rutinitas wajib yang tak pernah Ane
tinggalkan. Tak jarang pula, demi bermain
Ane harus mengalahkan PR atau makan
siang. Tempat bermainnya pun sudah disepakati, kalau enggak di halaman rumah
salah seorang dari kami, ya di tanah lapang yang terletak persis di tengah
kampung tempat tinggal Ane .
Beragam permainan
tradisional pernah Ane mainkan kala itu,
tetapi Gatrik adalah permainan tradisional favorit Ane . Hal ini sekaligus
menjadi laporan Ane kepada Indonesia
Travel bahwa permainan kayu dengan nama lain Gatrik ini sempat populer di mata
anak-anak di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Permainan yang bisa dimainkan baik
secara individual maupun berkelompok ini murah karena hanya bermodalkan dua
tongkat kayu dengan ukuran berbeda. Asyiknya bermain Gatrik sudah terasa sedari
awal ketika membuat tongkatkayu dari ranting pohon sebagai alat mainnya.
Diameternya harus sekitar 3 cm, maka kami harus pandai-pandai memilih ranting.
Tidak boleh terlalu besar, dan tidak boleh terlalu kecil.
Agar tongkat tidak
mudah patah saat digunakan, hanya kayu berstruktur ulet dan kuat yang boleh
dipakai, seperti kayu pohon Jambu Biji, kayu pohon Mangga, kayu pohon
Klengkeng, kayu pohon Kemuning, atau sejenisnya. Kerapkali kami harus blusukkan
ke dalam kebun untuk mendapatkan ranting kayu yang memenuhi syarat dengan
resiko bentol-bentol digigit nyamuk atau gatal-gatal terkena ulat bulu.
Ranting pohon
kemudian dipotong menjadi dua bagian dengan panjang masing-masing 30 cm dan 10
cm. Kulit kayu dikelupas dengan hati-hati menggunakan pisau untuk membuat kedua
permukaan tongkatlebih halus. Pembagian tugas jelas berlaku di sini. Biasanya
ada yang menghaluskan tongkat kayu, sedangkan yang lain menggali luwokan,
lubang luncur pada permukaan tanah dengan panjang kurang lebih 15 cm dan lebar
5 cm.
Permainan Gatrikdiawali
dengan hongpimpa. Tentunya siapa yang menang, maka ia akan memperoleh giliran
main yang pertama. Sementara itu, pihak yang kalah mau tidak mau harus jaga.
Lalu bagaimanaGatrik dimainkan?. Nah, inilah caranya. Pertama, sang pemain
memasang tongkat yang pendek di atas lubang luncur secara melintang. Lalu,
tongkat ini harus didorong sekuat tenaga
dengan bantuan tongkat panjang supaya dapat melambung sejauh mungkin. Dalam
bahasa Jawa, ini disebut dengan istilah nyuthat.
Bila lawan berhasil
menangkap tongkat pendek yang melambung tersebut, maka ia akan mendapatkan
poin. Pihak lawan biasanya akan berusaha mati-matian untuk dapat menangkap
tongkat pendek supaya bisa mencuri poin sebelum mendapat giliran untuk bermain.
Besarnya poin ditentukan dari cara pihak lawan menangkap tongkat pendek; 10
poin untuk menangkap dengan dua tangan, 25 poin untuk menangkap dengan tangan
kanan, dan 50 poin apabila berhasil menangkap dengan tangan kiri.
Kemudian, sang
pemain diminta meletakkan tongkat panjang di atas lubang luncur dengan posisi
melintang. Sedangkan, pihak lawan bertugas melempar tongkat pendek yang telah
dilontarkan tadi ke arah tongkat panjang tersebut. Bila tongkat pendek mengenai
atau menyentuh tongkat panjang, maka giliran bermain akan berganti ke pihak
lawan.
Tahap kedua dari
permainan Gatrik adalah namplek. Pada
tahap ini, konsentrasi penuh diperlukan. Sang pemain harus melempar tongkat
pendek ke udara terlebih dahulu, lalu dipukul sekuat tenaga dengan tongkat panjang sejauh mungkin. Pihak
lawan yang jaga harus melempar tongkat pendek ke arah sang pemain. Di sini,
ketangkasan sang pemain benar-benar diuji apakah mampu memukul balik tongkat
pendek atau tidak. Penghitungan poin bagi sang pemain dilakukan dari tempat
jatuhnya tongkat pendek ke lubang menggunakan tongkat panjang. Semakin jauh
tongkat pendek jatuh, maka semakin banyak poin yang didapatkan. Namun, poin
yang dikumpulkannya akan hangus begitu saja jika lemparan tongkat pendek dari
pihak lawan malah masuk ke dalam lubang. Inilah momen yang paling
ditunggu-tunggu banyak pemainuntuk membuat bangkrut lawan.
Lanjut ke tahap
ketiga, Nuthuk, bila sang pemain berhasil mengumpulkan poin dalam tahap
sebelumnya. Pada tahap ini, sang pemain harus meletakkan tongkat pendek pada
lereng lubang luncur dengan posisi miring 45 derajat. Ia harus memukul ujung
tongkat pendek yang menyembul ke permukaan tanah dengan tongkat panjang agar
dapat mengudara, lalu dipukul lagi sejauh mungkin. Biasanya, sang pemain akan
mendapatkan kesempatan kedua, bila pukulan pertama tidak berhasil. Jika
ternyata masih gagal lagi, maka giliran bermain jatuh ke tangan pihak lawan.
Akan tetapi, dalam
tahap ketiga ini, sang pemain berkesempatan untuk mengumpulkan poin
sebanyak-banyaknya yang ditentukan oleh berapa kali ia memukul tongkat pendek.
Nah, tahap ini merupakan kesempatan untuk mengejar ketertinggalan angka atau
untuk bisa memenangkan permainan. Kecekatan berhitung para pemain pun dituntut
di sini. Bila sang pemain berhasil memukul tongkat pendek saat tongkat tersebut
melayang di udara, maka ia memperoleh multiple poin yang dihitung dari
perkalian antara angka pengkali berdasarkan jumlah pukulan (10 poin untuk satu
kali pukulan, 20 poin untuk dua kali pukulan, dan seterusnya) dengan poin yang
dihitung dari tempat jatuhnya tongkat pendek ke arah lubang.
Sebagai ilustrasi,
seorang pemain berhasil memukul tongkat pendek dua kali, maka ia memperoleh
angka pengkali sebesar 20 poin, sedangkan jarak jatuhnya tongkat pendek ke
lubang adalah 15 kali tongkat panjang. Maka total poin yang ia kumpulkan dalam
tahap ini adalah 20x15=300. Cukup besar bukan?
Ketiga tahap
permainan Gatrik tersebut akan diulangi dari awal dalam beberapa kali putaran
sesuai kesepakatan diantara para pemainnya. Pemain yang menang adalah yang
berhasil mengumpulkan poin terbanyak dalam ketiga tahap di atas. Yang tak kalah
menarik di sini adalah adanya hukuman bagi yang kalah, misalnya kewajiban
menggendong pemain yang menang oleh pemain yang kalah dari satu tempat ke
tempat lainnya. Meski terdengar rumit, tapi permainan ini sungguh asyik untuk
dimainkan.
Pelajaran moral di
balik permainan Gatrik
Permainan Gatrik
tak sekedar menyenangkan, namun di dalamnya juga terkandung falsafah kehidupan
yang dapat kita petik dan semai pada kehidupan nyata. “Hongpimpa Alaium
Gambreng”, kalimat yang biasa diucapkan oleh para pemain sebelum permainan
dimulai untuk menentukan siapa yang
berhak bermain dahulu memiliki makna agung “Dari Tuhan, Kembali ke
Tuhan, Mari Kita Bermain. Kalimat ini merupakan sebuah pengingat saat bermain
sekalipun bahwa manusia adalah milik Tuhan.
Karena kita ada yang memiliki, maka dari itu setiap perbuatan akan
dipertanggung-jawabkan kepada Dzat Pemilik kita, yaitu Tuhan YME.
Semua permainan
tradisional memiliki peraturan yang disepakati, meskipun peraturan itu tak
tertulis. Apakah itu terkait dengan giliran bermain, aturan nilai, atau
mekanisme reward and punishment. Merupakan suatu kewajiban bagi yang
memainkannya untuk menaati semua peraturan agar permainan dapat berjalan dengan
tertib dan lancar. Bayangkan saja bila masing-masing pemain menuruti
keinginannya saja, pasti permainan akan bubar. Hal ini mengajarkan kepada
anak-anak untuk selalu mematuhi peraturan, serta menjaga harmoni hubungan
sosial dengan orang lain. Sikap semacam ini sangat sesuai dengan pandangan
hidup masyarakat Jawa, crah agawe bubrah-rukun agawe santosa.
Semua pemain
tentunya ingin menang dalam setiap
permainan Gatrik, namun cara-cara yang ditempuh untuk mewujudkannya harus
dilandasi rasa kejujuran. Maka di sini, kerja keras dan sportifitas sangat
ditekankan. Untuk mencetak poin, ketangkasan dan kecekatan berhitung juga tak
boleh dilupakan. Dalam sebuah permainan, akhirnya akan ada pihak yang menang,
begitu juga ada pihak yang kalah. Sikap mengakui kemampuan pihak yang menang
dengan menerima kekalahan atau legowo perlu ditunjukkan oleh pihak yang kalah.
Bagi yang menang, sikap rendah hati, tidak sombong atau andap-asor kepada yang kalah juga harus
dimunculkan.
Melestarikan Gatrikdari
rumah kita sendiri
Seperti permainan
tradisional lainnya, Gatrikseolah tenggelam oleh berbagai permainan modern yang
kini lebih digandrungi anak-anak pada umumnya. Bahkan, kebanyakan dari mereka
tidak mengenal sama sekali apa itu permainan Gatrik. Padahal, Gatrik sangat
bermanfaat untuk membangun karakter
positif mereka dalam hal interaksi sosial. Sedangkan permainan modern, terutama
online games, playstation (PS)dangameselektronik yang mengandalkan kecanggihan
komputer berpotensi membentuk sikap
asosial anak terhadap lingkungannya karena biasanya permainan berlangsung
secara individual. Apabila berlangsung berkelompok pun, interaksi sosial antar
anak sangat terbatas, sehingga keterlibatan emosi sang anak minim.
Dalam tahap
usianya, anak-anak tetap saja membutuhkan media untuk mengenali lingkungan
sosialnya dengan baik dengan cara-cara yang menyenangkan. Permainan tradisional
bisa direvitalisasi kembali untuk memenuhi tugas tersebut, serta membentuk karakter positif anak-anak kita. Bila belum
secara luas terealisasi di tengah-tengah masyarakat, kita dapat memulainya dari
rumah kita sendiri. Ketimbang bepergian ke mall, anak-anak dapat kita ajak
bermain aneka permainan tradisional di halaman
rumah untuk mengisi liburan, misalnya dengan bermain Gatrik. Jangan lupa
juga untuk membawa anak-anak menggali nilai-nilai moral yang terkandung dalam
setiap permainan tradisional, dan bagaimana kemungkinan penerapannya dalam
kehidupan nyata.
Bila setiap
keluarga mau mempraktikkan hal di atas, bukan tidak mungkin permainan
tradisional tetap akan lestari. Dan yang tak kalah penting, kita bisa
mentransfer falsafah hidup yang berharga kepada anak-anak kita melalui media
yang jauh dari kata membosankan.
Selamat berjuang
melestarikan permainan tradisional kita!
Komentar
Posting Komentar